I. Terapi humanistik
a. Konsep dasar pandangan humanistik tentang kepribadian
Holisme mengaskan bahwa organisme selalu bertingkahlaku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian / komponen yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur yang terpisah tetapi bagian dari satu kesatuan, dan apa yang terjadi di bagian sesuatu akan mempengaruhi bagian lain. Hukum yang berlaku umum mengatur fungsi setiap bagian. Hukum inilah yang mestinya ditemukan agar dapat dipahami berfungsinya tiap komponen. Pandangan holistik dalam kepribadian, yang terpenting adalah :
• Kepribadian normal ditandai oleh unitas, integrasi, konsistensi, dan koherensi (unity, integration, consistency, dan coherence). Organisasi adalah keadaan normal dan disorganisasi berarti patologik.
• Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi. Keseluruhan berfungsi menurut hukum-hukum yang tidak terdapat dalam bagian-bagian.
• Organisme memiliki satu dorongan yang berkuasa, yakni aktualisasi diri (self actualization). Orang berjuang tanpa henti (continuous) untuk merealisasikan potensi inheren yang dimilikinya pada ranah maupun yang terbuka baginya.
• Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat minimal. Potensi organisme, jika terkuak di lingkungan yang tepat, akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral.
• Penelitian yang komprehensif terhadap satu orang lebih berguna daripada penelitian ekstensif terhadap banyak orang mengenai fungsi psikologis yang diisolir.
b. Unsur2 terapi
1. Munculnya gangguan
Model humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.
2. Tujuan terapi
- Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan.
- Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran diri.
- Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.
3. Peran terapis
Terapis dalam terapi humanistik eksistensial mempunyai tugas utama, yaitu berusaha untuk memahami klien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia ini. Dimana tekhnik yang digunakannya itu selalui mendahului suatu pemahaman yang mendalam terhadap kliennya. Prosedur yang digunakan bisa bervariasi, tidak hanya dari klien yang satu ke klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
1. Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi ke pribadi
2. Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
3. Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
4. Berorientasi pada pertumbuham
5. Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
6. Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan akhir terletak di tangan klien.
7. Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangannya
8. Mengurangi kebergantungan dari klien terhadapnya
c. Teknik2 terapi humanistik
Karena pendekatan humanistik-eksistensial ini tidak memiliki metodelogi, maka sulit mengemukakan langkah-langkah terapeutiknya yang khas, maka daripada itu para terapis eksistensial sering mengambil metode dan prosedur dari terapi gestalt, analisis transaksional, dan psikoanalisis yang diintegrasikan dalam pendekatan eksistensial. Seperti yang dikemukakan Bugental dalam model terapi psikoanalisa, konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transfrensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek terapi eksistensial, ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menerangkan fase kerja terapi yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial.
Metode dan prosedur yang digunakan dalam terapi eksistensial ini juga sangat bervariasi, tidak hanya dari pasien yang satu ke pasien yang lain, tetapi juga dari fase satu kefase yang lain pada pasien yang sama.
II. Person Therapy Centered (carl rogers)
a. Konsep dasar pandangan carl rogers tentang kepribadian
1. Struktur Kepribadian (Self)
Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada struktur kepribadian,
Sejak awal Rogers mengurusi cara bagaimana kepribadian berubah dan
berkembang, Rogers tidak menekankan aspek struktural kepribadian. Namun
demikian, dari 19 rumusannya mengenai hakekat pribadi, diperoleh tiga
konstruk yang menjadi dasa penting dalam teorinya yitu Self, organisme
dan medan fenomena.
Konsep pokok dari teori kepribadian Rogers adalah self, sehingga dapat dikatakan self
merupakan struktur kepribadian yang sebenarnya. Self atau konsep self
adalah konsep menyeluruh yang ajeg dan terorganisir tersusun dari
persepsi ciri-ciri tentang “I” atau “me” (aku sebagai subyek atau aku
sebagai obyek) dan persepsi hubungan “I” atau “me” dengan orang lain dan
berbagai aspek kehidupan, berikut nilai-nilai yang terlibat dalam
persepsi itu. Konsep self menggambarkan konsepsi orang tentang dirinya
sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya. Konsep
self juga menggambarkan pandangan diri dalam kaitannya dengan berbagai
perannya dalam kehidupan dan dalam kaitannya dengan hubungan
interpersonal.
Carl Rogers mendeskripsikan the self atau self-structure sebagai
sebuah konstruk yang menunjukan bagaimana setiap individu melihat
dirinya sendiri. Self ini dibagi 2 yaitu : Real Self dan Ideal Self.
Real Self adalah keadaan diri individu saat ini, sementara Ideal Self
adalah keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu itu
sendiri atau apa yang ingin dicapai oleh individu tersebut.
Perhatian Rogers yang utama adalah bagaimana organisme dan self dapat
dibuat lebih kongruen/ sebidang. Artinya ada saat dimana self berada
pada keadaan inkongruen, kongruensi self ditentukan oleh kematangan,
penyesuaian, dan kesehatan mental, self yang kongruen adalah yang mampu
untuk menyamakan antara interpretasi dan persepsi self I dan self me
sesuai dengan realitas dan interpretasi self yang lain. Semakin lebar
jarak antara keduanya, semakin lebar ketidaksebidangan ini. Semakin
besar ketidaksebidangan, maka semakin besar pula penderitaan yang
dirasakan Jika tidak mampu maka akan terjadi ingkongruensi atau
maladjustment atau neurosis.Organisme. Pengertian organisme mencakup
tiga hal:
- Makhluk hidup; Organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya, tempat semua pengalaman dan segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadar setiap saat
- Realitas subyektif; organisme menanggapi dunia seperti yang siamati atau dialaminya. Jadi realita bukan masalah benar atau salah melainkan masalah persepsi yang sifatnya subjekstif.
- Holisme; organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perybahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi atau bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri
- Medan fenomena. Keseluruhan pengalaman itu, baik yang internal maupun eksternal, disadari maupun tidak disadari dinamakan medan fenomena. Medan fenomena adalah seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.
2. Dinamika kepribadian
Menurut roger organisme memiliki satu motivasi utama yaitu
kecenderungan untuk aktualisasi diri dan tujuan utama hidup manusia
adalah untuk menjadi manusia yang bisa mengaktualisasikan diri, dapat
diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap makhluk hidup yang
bertujuan mengembangkan seluruh potensi-potensinya sebaik mungkin. Pada
dasarnya manusia memiliki dua kebutuhan utama yaitu kebutuhan untuk
penghargaan positif baik dari orang lain maupun dari diri sendiri.
Rogers percaya, manusia memiliki satu motif dasar, yaitu
kecenderungan untuk mengaktualisasi diri. Kecendeurngan ini adalah
keinginan untuk memenuhi potensi yang dimiliki dan mencapai tahap “human-beingness”
yang setinggi-tingginya. Kita ditakdirkan untuk berkembang dengan
cara-cara yang berbeda sesuai dengan kepribadian kita. Proses penilaian
(valuing process) bawah sadar memandu kita menuju perilaku
yang membantu kita mencapai potensi yang kita miliki. Rogers percaya,
bahwa manusia pada dasarnya baik hati dan kreatif. Mereka menjadi
destruktif hanya jika konsep diri yang buruk atau hambatan-hambatan
eksternal mengalahkan proses penilaian.
Menurut Rogers, organisme mengaktualisasikan dirinya menurut
garis-garis yang diletakkan oleh hereditas. Ketika organisme itu matang
maka ia makin berdiferensiasi, makin luas, makin otonom, dan
makin matang dalam bersosialisasi. Rogers menyatakan bahwa pada dasarnya
tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah tujuan untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan sebagaimana
medan itu dipersepsikan.
Untuk bergerak ke arah mendapatkan tujuannya manusia harus mampu
untuk membedakan antara perilaku yang progresif yaitu perilaku yang
mengarahkan pada aktualisasi diri dan perilaku yang regresif yaitu
perilaku yang menghalangi pada tercapainya aktualisasi diri. Manusia
harus memilih dan mampu membedakan mana yang regresif dan mana yang
progresif. Dan memang dorongan utama manusia adalah untuk progresif dan
menuju aktualisasi diri.
3. Perkembangan Kepribadian
Rogers tidak memfokuskan diri untuk mempelajari “tahap” pertumbuhan
dan perkembangan kepribadian, namun dia lebih tertarik untuk meneliti
dengan cara yang lain yaitu dengan bagaimana evaluasi dapat menuntun
untuk membedakan antara pengalaman dan apa yang orang persepsikan
tentang pengalaman itu sendiri.
Contoh sederhana dapat dilihat sebagai berikut: seorang gadis kecil
yang memiliki konsep diri bahwa ia seorang gadis yang baik, sangat
dicintai oleh orangtuanya, dan yang terpesona dengan kereta api kemudian
menungkapkan pada orang tuanya bahwa ia ingin menjadi insinyur mesin
dan akhirnya menjadi kepala stasiun kereta api. Orang tua gadis tersebut
sangat tradisional, bahkan tidak mengijikan ia untuk memilih pekerjaan
yang diperutukan laki-laki. Hasilnya gadis kecil itu mengubah konsep
dirinya. Dia memutuskan bahwa dia adalah gadis yang “tidak baik” karena
tidak mau menuruti keinginan orang tuanya. Dia berfikir bahwa orang
tuanya tidak menyukainya atau mungkin dia memutuskan bahwa dia tidak
tertarik pada pekerjaan itu selamanya.
Beberapa pilihan sebelumnya akan mengubah realitas seorang anak
karena ia tidak buruk dan orangtuanya sangat menyukai dia dan dia ingin
menjadi insinyur. Self image dia akan keluar dari tahapan pengalaman
aktualnya. Rogers berkata jika gadis tersebut menyangkal nilai-nilai
kebenarannya dengan membuat pilihan yang ketiga – menyerah dari
ketertarikannya – dan jika ia meneruskan sesuatu sebagai nilai yang di
tolak oleh orang lain, dirinya akan berakhir dengan melawan dirinya
sendiri. Dia akan merasa seolah-olah dirinya tidak mengetahui dengan
jelas siapa dirinya sendiri dan apa yang dia inginkan, maka ia akan
berkepribadian keras, tidak nyaman,
Jika penolakan menjadi style, dan orang tidak
menyadari ketidaksesuaian dalam dirinya maka kecemasan dan ancaman
muncul akibat dari orang yang sangat sadar dengan ketidaksesuaian itu.
Sedikit saja seseorang menyadari bahwa perbedaan antara pengalaman
organismik dengan konsep diri yang tidak muncul ke kesadaran telah
membuatnya merasakan kecemasan. Rogers mendefinisikan kecemasan sebagai
keadaan ketidaknyamanan atau ketegangan yang sebabnya tidak diketahui.
Ketika orang semakin menyadari ketidaksesuaian antara pengalaman dengan
persepsi dirinya, kecemasan berubah menjadi ancaman terhadap konsep diri
yang sesuai. Kecemasan dan ancaman yang menjadi indikasi adanya
ketidaksesuaian diri dengan pengalaman membuat orang berada dalam
perasaan tegang yang tidak menyenangkan namun pada tingkat tertentu
kecemasan dan ancaman itu dibutuhkan untuk mengembangkan diri memperoleh
jiwa yang sehat.
Bila seseorang, antara “self concept”nya dengan organisme mengalami
keterpaduan, maka hubungan itu disebut kongruen (cocok) tapi bila
sebaliknya maka disebut Inkongruen (tidak cocok) yang bisa menyebabkan
orang mengalami sakit mental, seperti merasa terancam, cemas, defensive
dan berpikir kaku serta picik. Sedangkan ciri-ciri orang yang mengalami
sehat secara psikologis (kongruen), dalam Syamsu dan Juntika (2010:145)
disebutkan sebagai berikut :
- Seseorang mampu mempersepsi dirinya, orang lain dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya secara objektif
- Terbuka terhadap semua pengalaman, karena tidak mengancam konsep dirinya
- Mampu menggunakan semua pengalaman
- Mampu mengembangkan diri ke arah aktualisasi diri (fully functioning person). Orang yang telah mencapai fully functioning person ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
« Memiliki kesadaran akan semua pengalaman. Bersikap terbuka terhadap perasaan positif(keteguhan dan kelembutan hati) maupun negative (rasa takut dan sakit).
« Mengalami kehidupan secara penuh dan pantas setiap saat.
« Memiliki rasa percaya diri atau memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri berdasarkan pengalaman yang pernah di alaminya.
« Memiliki perasaan bebas untuk memilih tanpa hambatan apapun
« Berpikir kreatif dan mampu menjalani kehidupan secara konstruktif dan adaptif terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya.
b. Unsur2 terapi
1. Munculnya gangguan
Carl Rogers (1902-1987), berpendapat bahwa orang-orang memiliki kecenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena orang-orang lain menghambat individu dalam perjalanan menuju kepada aktualisasi diri. Pendekatan humanistic Rogers terhadap terapi Person Center Therapy, membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan pengharagaan dalam hubungan terapeutik.
2. Tujuan terapi
Terapi terpusat pada klien yang dikembangkan oleh Carl R Rogers pada tahun 1942 bertujuan untuk membina kepribadian klien secara integral, berdiri sendiri, dan mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah sendiri. Kepribadian yang integral adalah struktur kepribadiannya tidak terpecah artinya sesuai antara gambaran diri yang ideal (ideal-self) dengan kenyataan diri sebenarnya (actual-self). Kepribadian yang berdiri sendiri atas dasar tanggung jawab dan kemampuan. Tidak bergantung pada orang lain. Sebelum menentukan pilihan tentu individu harus memahami dirinya (kekuatan dan kelemahan diri) dan kemudian keadaan diri tersebut harus ia terima.
3. Peran terapis
Carl Rogers terkenal dengan kontribusinya terhadap metode terapi. Terapi yang dia praktikan memiliki dua nama yang sama-sama dia pakai. Awalnya dia menyebut metodenya dengan non-direktif, sebab dia berpendapat seorang terapis tidak seharusnya tidak mengarahkan kliennya, akan tetapi membebaskan klien mengarahkan sendiri ke mana terapi akan berujung. Semakin banyak pengalaman yang dia peroleh selama terapi, seorang terapis akan semakin menyadari bahwa dia masih tetap memiliki pengaruh pada kliennya justsru karena dia sama sekali tidak mengarahkannya. Kemudian Rogers mengganti istilah ini dengan metode yang terpusat pada klien. Dia tetap menganggap klienlah yang seharusnya menyatakan apa yang salah pada dirinya, berusaha memperbaikinya sendiri, dan menentukan kesimpulan apa yang akan dihasilkan proses terapi-terapi ini akan tetap “terpusat pada klien” meskipun dia menyadari betul pengaruh terapis terhadap dirinya. Salah satu ungkapan yang dipakai Rogers dalam menggambarkan bagaimana cara kerja metode terapinya ini adalah “berusahalah mendorong dan mendukung, jangan mencoba merekonstruksi”, dan dia juga mencontohkan dengan proses belajar mengendarai sepeda. Satu-satunya teknik yang dikemukakan Rogers untuk menjalankan metode tersebut adalah refleksi. Refleksi adalah pemantulan komunikasi perasaan. Kalau klien berkata saya merasa tidak berguna, maka si terapi bisa memantulkan hal ini kembali pada klien.
III. Logotherapy (frankl)
a. Konsep dasar pandangan frankl tentang kepribadian
Kerangka pikir teori kepribadian model logoterapi dan dinamika kepribadiannya dapat digambarkan sebagai berikut: Setiap orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pandangan logoterapi kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna (the will to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna (meaningful life) dan ganjaran (reward) dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan (happiness). Di lain pihak mereka yang tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless). Selanjutnya akibat dari penghayatan hidup yang hampa dan tak bermakna yang berlarut-larut tidak teratasi dapat mengakibatkan gangguan neurosis (noogenik neurosis) mengembangkan karakter totaliter (totalitarianism) dan konformis (conformism).
b. Unsur2 terapi
1. Munculnya gangguan
Logoterapi inibiasanya dilakukan untuk klien-klien yang mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), karena biasanya orang yang stres akibat trauma cenderung menyalahkan dirisendiri bahkan bisa ke resiko mencederai diri dan orang lain. Logoterapi menggunakan teknik tertentu untuk mengatasi phobia (rasa takut yang berlebihan), kegelisahan, obsesi tak terkendali dari pemakai obat-obatan terlarang. Selain itu juga termasuk untuk mengatasi kenakalan remaja, konsultasi terhadap masalah memilih pekerjaan dan membantu semua masalah dalam kehidupan.Jika dikaitkan dengan konseling maka Konseling logoterapi suatu pendekatan yang digunakan untuk membantu individu mengatasi masalah ketidakjelasan makna dan tujuan hidup, yang sering menimbulkan kehampaan dan hilangnya gairah hidup. Konseling logoterapi berorientasi pada masa depan (future oriented) dan berorientasi pada makna hidup (meaning oriented)
2. Tujuan terapi
Tujuan dari logoterapi adalah agar setiap pribadi:
1. memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya
2.menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan.3. memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna
3. Peran terapis
Menurut Semiun (2006) terdapat beberapa peranan dan kegiatan terapis dapat dikemukakan secara singkat di bawah ini :
1. Menjaga hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah.
Terapis pertama-tama harus menciptakan hubungan antara klien dengan mencari keseimbangan antara dua ekstrem, yakni hubungan yang akrab (seperti simpati) dan pemisahan secara ilmiah (menangani klien sejauh ia melibatkan diri dalam teknik terapi).
2. Mengendalikan filsafat pribadi
Maksudnya adalah terapis tidak boleh memindahkan filsafat pribadi pada klien, karena logotherapy digunakan untuk menangani masalah-masalah yang menyangkut nilai-nilai dan masalah spiritual, seperti aspirasi terhadap hidup yang bermakna, makna cinta, makna penderitaan, dan sebagainya.
3. Terapis bukan guru atau pengkhotbah
Terapis adalah seorang spesialis mata dalam pengertian bahwa ia memberi kemungkinan kepada klien untuk melihat dunia sebagaimana adanya, dan bukan seorang pelukis yang menyajikan dunia sebagaimana ia sendiri melihatnya.
4. Memberi makna lagi pada hidup.
Salah satu tujuan logotherapy adalah menemukan tujuan dan maksud keberadaannya. Kepada klien bahwa setiap kehidupan memiliki potensi-potensi yang unik dan tugas utamanya adalah menemukan potensi-potensi itu. Pemenuhan tugas ini memberi makna pada kepada hidupnya.
5. Memberi makna lagi pada penderitaan
Di sini, terapis harus menekan bahwa hidup manusia dapat dipenuhi tidak hanya dengan menciptakan sesuatu atau memperoleh sesuatu, tetapi juga dengan menderita. Manusia akan mengalami kebosanan dan apati jika ia tidak mengalami kesulitan atau penderitaan.
6. Menekankan makna kerja
Tugas terapis adalah memperlihatkan makan pada pekerjaan itu sehingga nilai-nilai yang dimiliki oleh orang-orang yang bekerja berubah. Tanggunga jawab terhadap hidup dipikul oleh setiap orang dengan menjawab kepada situasi-situasi yang ada. Ini dilakukan bukan dengan perkataan, melainkan dengan tindakan. Kesadaran akan tanggung jawab timbul dari kesadaran akan tugas pribadi yang konkret dan unik.
7. Menekankan makna cinta
Tugas terapis adalah menuntut klien untuk mencintai dalam tingkat spiritual atau tidak mengacaukan cinta seksual dengan cinta spiritual yang menghidupi pengalaman orang lain dalam semua keunikan dan keistimewaannya
c. Teknik2 terapi
a. Paradoxical Intention (pembalikan keinginan)
Teknik intensi paradoksikal merupakan teknik yang dikembangkan Frankl berdasarkan kasus kecemasan antispatori, yaitu kecemasan yang ditimbulkan oleh antisipasi individu atas suatu situasi atau gejala yang ditakutinya. Intensi paradoksikal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti.
b. De-reflection (meniadakan perenungan)
Derefleksi merupakan teknik yang mencoba untuk mengalihkan perhatian berlebihan ini pada suatu hal di luar individu yang lebih positif. Derefleksi memanfaatkan kemampuan transendensi diri yang ada pada manusia. Dengan teknik ini individu diusahakan untuk membebaskan diri dan tak memperhatikan lagi kondisi yang tidak nyaman untuk kemudian lebih mencurahkan perhatian kepada hal-hal lain yang positif dan bermanfaat. Dengan berusaha mengabaikan keluahannya, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang bermanfaat, gejala, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang bermanfaat, gejala hyper intention akan menghilang (Bastaman, 1995).
c. Bimbingan Rohanian
Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya. Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan tersebut.
d. Ekstensial Analisis
Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Dalam analisis eksistensial, psikolog tidak mengarahkan, membimbing, atau menilai klien berdasarkan praduga-praduga. Tugas psikolog hanyalah membantu klien menjadi dirinya yang otentik
Sumber :
Semiun. Yustinus, OFM. 2006. Kesehatan mental 3. Yogyakarta : Kanisius
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
http://alinnemutz.blogspot.com/2014_04_01_archive.html